MANUSIA: HIDUP ADALAH PROSES BELAJAR
08.14.00
Hidup Adalah Proses Akumulasi, sigma yang terbentuk dari titik terjatuh dan meninggi - KHF -
Ya,
hidup adalah proses akumulasi. Saya sangat suka dengan kalimat itu. Kalimat
klasik yang selalu berhasil mendamaikan jidat saya di masa masa "Menuju
Kedewasaan". Kalimat itu sendiri mungkin sudah banyak diperbincangkan sejak
nenek moyang saya sedang memancing di tengah laut (sing: nenek moyangku seorang
pelaut). Kalimat itu sekarang juga sudah banyak betebaran di mana mana, jauh sebelum saya
melahirkan kalimat itu sendiri dari hasil kesepakatan konvensional antara otak dan hati. Saya tidak
peduli siapa duluan yang menemukan kalimat itu. Dan saya cenderung mengurungkan
niat untuk menelusurinya.
Titik.
- You and Wind -
Pict:
didaKHF (2015)
Waktu akan mengubah pemahaman seseorang tentang dunia
- Dewi Kharisma Marchellia (2013) dalam Surat Panjang Tentang Jarak Kita Yang Jutaan Tahun Cahaya-
"Hidup".
Seiring
kedewasaan, tentu makna "hidup" semakin lama semakin menarik untuk
diselami. Dan semakin diselami, maka semakin kita sadar begitu banyak jawaban
jawaban itu di depan pelupuk mata. Makna statis pun berubah menjadi dinamis,
karena ternyata elemen-elemen peristiwa dan makhluk sekecil apapun itu.....
mereka saling bertautan, bergandengan, bersinergi dan selaras dalam satu makna
yang terintegrasi dalam "Kehidupan" itu sendiri. Esensi esensi kecil yang sebenarnya (menurut
saya) adalah sebuah konstruksi raksasa dan menjadi foundasi atas nama Tanda Tanya Maha Agung. Tanda tanya yang selalu setia bersemayam dalam setiap hati kecil
manusia
*You know what's the question
"Tanda Tanya
(?) Itu"
Ketika lahir kondisi manusia sama sekali belum selesai. Karena itu selain pertumbuhan raga yang berlangsung secara alamiah, secara aktif dan kreatif manusia mesti mengembangkan pribadinya sesuai dengan titah kejadiannya. Al -Quran mengisyaratkan proses penyempurnaan manusia: Demi Jiwa dan Proses Penyempurnaannya (Q.91:7)-Amin Sumawijawa (2013) dalam Biarkan Al-Quran Menjawab-
"Hidup"
Hidup
untuk belajar, atau belajar untuk hidup?
Bagi
saya kedua kalimat tersebut sangat berbeda, namun sama sama terkesan sedikit
"Membosankan" (maaf kan). Hidup dan Belajar harus sejajar dalam satu kedudukan, dan
berjalan beriringan. Untuk itu saya lebih suka dengan kalimat:
"Hidup Adalah Proses Belajar"
Proses
yang bisa dinikmati selama kita hidup. Berati, selama kita hidup (seharusnya)
semakin besar pundi pundi akumulasi dari hasil kita belajar. Semakin lama kita
hidup, berati Allah memberikan kita kesempatan yang lebih lama untuk balajar.
*Mungkin
ini yang dimaksudkan dengan: Belajar tidak mengenal usia
Dan
seperti yang kita tau dan telah kita sepakati sejak dulu, bahwa belajar bukan
lagi melulu soal proses bahas membahas penemuan ilmu-ilmu di bangku
sekolah. Bukan hanya soal itu.
Belajar adalah proses "Pencerdasan". Cerdas secara
intelektual, emosional dan juga secara spiritual. Belajar bukan lagi sekedar
untuk pintar, karena dalam hidup pintar itu mudah tapi menjadi cerdas itu yang
sulit. Kecerdasan yang dimaksud termasuk kepintaran, pencerahan, pendewasaan,
kematangan berfikir, kreatifitas dan inovasi (sumber: Kompasiana )
"Hidup juga pembelajaran"
Pembelajaram
dari pengalaman. "Pengalaman" yang (mungkin) sebenarnya itu adalah
wujud lisan bahasa manusia atas apa yang difirmankan oleh-Nya kepada kita,
lewat makhluk-Nya yang lain, yang ada disekitar kita. OK, definisi tersebut
saya dapatkan panjang sekali dari salah seorang mentor. Saya juga menyadari
belum sepenuhnya mengerti dan belum bisa menyampaikan dengan baik.
- G R O W U P-
Pict:
didaKHF (2015)
Hidup adalah proses.Hari ini adalah hasil proses dari masa lalu, dan masa yang akan datang ditentukan oleh proses saat ini.
-Fikri (2016)-
Kita
belum mengerti "Apa Itu", dengan kita belajar kita "Tau Itu
Apa"
Kita
tau apa itu "Manis" karena sebelumnya kita pernah mengenal apa itu
"Pahit"
Kita
"Keliru" lalu kita belajar untuk selanjutnya menjadi
"Benar"
Dan
hati kita pun sangat mengerti definisi "Baik", karena kita sadar atau
bahkan sangat akrab dengan definisi "Buruk"
Unik
ya...
Belajar
menyelaraskan dua hal yang saling bertolak belakang.
Belajar
menjadikan manusia lebih bijaksana.
Dengan
belajar, tentu manusia akan menjadi lebih baik dan terus lebih baik dari
sebelumnya.
Dan
belajar menjadikan manusia lebih "Manusiawi"
dibandingkan
dengan makhluk makhluk lainnnya
Rentetan rentetan opini dari diri sendiri terkadang bisa menjadi semangat pribadi untuk terus belajar. Memberikan sedikit ruang bagi saya untuk berdamai dengan diri saya sendiri.
Namun
terkadang, terlepas dari semua itu....
Pertanyaan
pertanyaan juga membuat saya merasa menjadi sosok yang menyedihkan. Mengapa?
Karena saya tidak bisa mengabaikan pertanyaan pertanyaan itu. Padahal saya
sangat tau, hal itu sering kali menempatkan diri saya sendiri diposisi sulit.
Ketika orang lain disekitar saya sudah sadar lebih dulu dan bahkan suah jauh
berlari. Sedangkan saya masih saja terus bertanya. Ketika yang lain sudah
menikmati sensasi "perlombaan", saya masih harus mencari jawabannya.
Hingga akhirnya, saya memutuskan untuk menghibur diri: Berhentilah melihat
orang lain. Tak apa kau sedikit lelet dari yang lain. Perbandingan hakiki
adalah Kau dengan Kau sendiri. Masa sekarang dan masa lalumu. Kau harus belajar
untuk jadi lebih baik! Lebih baik dari Kau sedetik yang lalu.
- T H E O L D O N E-
Pict: didaKHF (2015)
Atas semua pertanyaan yang telah terjawab,Dan pertanyaan lain yang belum sempat terjawab,Keikhlasanlah yang mampu menjawabnya-Tujuh Hati Tujuh Cinta Tujuh Dunia-
Jika direnungi, belajar juga mengingatkan kita pada qodrat sebagai manusia. Makhluk yang diciptakan lengkap dengan paket perangkat: "Akal", "Hati","Nafsu", dan "Kehendak".
Dengan
akal, tentu manusia mengenal arti: "Tau" dan "Mengetahui".
Namun, sebelum dinobatkan untuk "Tau" tentu harus ada proses panjang,
tak lain proses belajar.
Selain sebagai ciptaan terbaik baik kesempurnaan bentuk ragawi rohani, manusia juga diberkahi dengan intelektual moral dan spiritual. Oleh karenanya, manusia berhasil memenangkan gelar: "Makhluk
Mulia". Serta mendapat kepercayaan untuk dijadikan Khalifah di bumi.
Namun
dari situ, sebenarnya ada suatu pertanyaan utamanya:
Apakah semua manusia itu mulia? Apakah kemuliaan itu
predikat yang langsung menempel jebret pada setiap individu ketika lahir?
Apakah semua manusia memang benar benar "layak" disebut makhluk
mulia?
Menurut
saya sih 'No' Baca
kalimat dengan nada seperti iklan ****
(pendapat ini juga mengacu pada beberapa referensi penulis)
Pada kenyataannya manusia harus dituntut untuk mengoptimalkan karunia-karunia itu terlebih dahulu. Mutu dan kualitas perilakunyalah yang menunjukan keperibadian , dan menampakkan tingkat "kemanusiannya" (Amin Sumawijawa, 2013).
Karena
tentu, lagi-lagi untuk menjadi manusia mulia itu adalah pilihan sekaligus
kesempatan. Semua orang berhak memilih, mengambil dan memperjuangkan kesempatan
itu melalui "Proses Belajar".
"Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, ketiga, dan keseterusnya. Dan setiap manusia yang masih manusiawi wajib memberikan kesempatan kedua, ketiga, keempat dan sampai ke-yang ke-tak terbilang. Setiap orang berhak untuk memberikan kesempatan yang sama tidak hanya pada orang lain, tetapi juga pada dirinya sendiri"-KHF-
- B a c k -
Pict: Rifky Fajar (2016)
Pada
ujungnya kita pun dituntut harus mengerti, bahwa waktu adalah makhluk yang bisa
berinteraksi dengan bahasa peristiwa. Kejadian. Dan dalam bahasanya itu, dengan
izin-Nya, mungkin ia akan menyampaikan perihal "Pembelajaran".
Terkadang
kita hanya berfokus pada kerumitan dari suatu Permasalahan (kejadian) hidup.
Dan biasanya setelah itu kita lupa menjawab pertanyaan: Apa sih maksud semua
ini?
Padahal
(mungkin saja) itu esensi yang bisa diambil sebagai bahan belajar.
Ruang
dan waktu serta segala perbendaan yang ada didalamnya, adalah suatu kesatuan
yang utuh. Aksi-Interaksi, selalu melahirkan "Materi materi" baru
yang bisa dipelajar, diselami, diambil hikmahnya. Dan tentu, setelah itu...
dalam setiap proses belajar harus ada sesuatu yang terus berubah. Harus ada!
Harus ada yang berubah, harus ada value yang lebih bertambah.
"Tidak ada yang abadi selain perubahan,
Dan tidak ada yang berubah selain perubahan itu sendiri"- CEO Van Landa Yogyakarta, Pouwel Maradona (2016) -
Jadi
Mari Lebih Peka, Mari Belajar dan Berubah Untuk Menyempurnakan Kemuliaan Kita Sendiri
Karena Kita Adalah: Manusia
Makhluk derajat 4 yang katanya "Paling Mulia"
didaKHF
0 komentar