Dicintai Penduduk Bumi
06.22.00Alm. Salim Hadiwinoto, kakek tercinta saya selalu berpesan kepada saya dulu: "Mau jadi orang seperti apa, itu pilihan kita. Ingin menjadi orang yang berbeda dalam hal apa itu juga pilihan kita. Jadi, jangan pernah bawa bawa nama Tuhan atas sifat jelekmu. Karena itulah wujud nafsu yang kau pilih."
Ada banyak pilihan cara non verbal untuk kita berinteraksi dan mendefinisikan diri kita terhadap lingkungan. Menjadi berbeda itu mudah, tetapi menjadi orang yang lebih baik itu yang lebih sulit. Ingin menjadi berbeda macam apa? Ingin seperti apa dan tidak ingin menjadi orang seperti apa?
Ada apa dengan mereka? Atau saya yang keliru?
Bukankah itu sebuah paradoks persepsi diri kita sendiri yang terus menerus kita hadapi seiring waktu kita berubah menjadi insan yang lebih baik?
Hari ini (16/12) saya semakin yakin bahwa seseorang tidak bisa membuat semua orang menyukai dirinya, termasuk keberadaannya. Misi mustahil ketika saya dulu ingin bisa menjadi bagian, bisa nge-blend, dengan semua orang dengan semua golongan dan bisa membuat mereka semua menyukai keberadaan saya. Mengapa saya bilang mustahil? Karena sejatinya kita adalah suatu entitas hidup yang akan nyaman untuk menjalani titah kita berdasarkan 'pilihan semau semau kita' bukan 'berdasarkan cara pandang orang lain terhadap kita'.
Singkatnya: kita pasti capek kalau terus terusan ngejalanin hidup selalu nurutin pengharapan orang lain terhadap kita. (Ini ada kaitanya dengan tulisan saya yang dulu: .....)
Akhirnya dari situ muncullah kecenderungan setiap orang untuk disukai dan tidak disukai, ingin didekati atau dibatasi, lalu berkembanglah benih benih diferensiasi golongan golongan manusia. Jadi? Terbukti memang, jika kita tidak bisa membuat semua orang suka terhadap keberadaan kita dan kita tidap perlu untuk mengkhawatirkan itu semua. Jangankan kita loh, Nabi Muhammad SAW aja banyak yang iri, banyak yang ngak suka kan? Kaum kafir tentunya..
Nah, sama halnya kalau ada yang suka dan ngak suka terhadap diri kita. Itu wajar. Hanya seberapa besar, hanya 'kecenderungan' mereka mereka dengan akhlak seperti apa dan bagaimana yang pro dan kontra terhadap diri kita. Itulah yang pada akhirnya menjadi 'Cerminan dari Diri Kita'.
Terus kalau kita mau diomongin orang lain kaya apa kek, sesering apa kek, mau digunjing orang mau di adu kebo orang.. saya mah sekarang males ngurus butiran gotri gotri bengkel begituan djeung.. bodo amat (sekilas curhat)..
"Saya tidak suka dengan sifatnya! Saya ingin menjauhinya!"
Em em sebentar. Saya kira kita kurang bijak jika kita membatasi pergaulan kita terhadap seseorang hanya karena satu dua sifat yang kita rasa kurang match dengan diri kita.
Memutuskan suka dan ngak suka terhadap orang lain itu keputusan yang perlu ditelaah! Urusan makan hati tidak makan hati, itu urusan pribadi kita terhadap hati kita sendiri bukan sepenuhnya dipengaruhi sifat karakter baik atau tidak baiknya orang lain di mata kita. Ingat (re: sudah pernah dengar?) Kutipan Tumblr C.Isyraqi : "Jangan paksa orang jadi baik, paksa hati sendiri aja jadi lebih tangguh". Kita tidak perlu memaksa orang lain (termasuk pasang hidup mungkin.. Ehemm) untuk menjadi sebaik yang kita inginkan, tidak perlu. Urus aja hati diri sendiri biar jadi lebih tangguh, lebih sabar, lebih lebih dan lebih untuk menamengi segala bentuk penyakit hati manusia!
Kita juga harus selalu ikhlas dan ingat bahwa: "Tidak ada satupun karakter manusia yang salah, karena Allah tidak mungkin keliru saat menciptakan makhluk-Nya" (quote yang berjuta juta kali berceceran di draft #TitikKoma).
Jika suatu saat kita kecewa, kita sakit hati terhadap orang lain.. kita harus tamengi hati kita lebih tebal lagi dan lebih tebal lagi! Kedamaian hati, ketentraman jiwa hanya kita yang bisa mengaturnya. Hanya kita yang mampu memerdekakannya. Semakin sakit hati kita terhadap orang lain, semakin cepat kita harus memaafkan orang itu! Karena ketentraman jiwa bukan ditunggu, bukan juga dicari, melainkan sesederhana kata: 'diciptakan'.
Dongeng itu tidak lagi dongeng hitam putih. Bukan si jahat dan si baik. Bukan lagi mencari siapa yang salah dan benar. Solusi dicapai bukan dengan balas dendam. Tetapi semua berpulang pada keberanian masing masing untuk mengubah konteks masalah.
-Dewi Lestari dalam Ksatria Putri dan Bintang Jatuh page 270-
Ibu saya juga pernah berpesan...
"Jangan pernah membatasi diri kita untuk bergaul dengan 'dunia luar". Dunia yang kita anggap bewarna monochrome sampe warna merah muda dan biru. Dunia yang sebelumnya tidak masuk daftar list kemungkinan untuk kita pijakkan kaki menapak tilas disana! Tapaki, dan selami namun jangan tenggelam! Pasti ada sesuatu yang baru, pasti ada hal baik yang bisa kita pelajari. Karena ibu saya yakin, semua hal yang ada disekitar kita tidak ada yang sepenuhnya baik, dan begitu sebaliknya.. tidak ada yang sepenuhnya menjadi si jahat.
Setiap orang yang kita kurang suka, pasti ada sisi baiknya yang bisa kita ambil pelajarannya. Pasti ada sisi baik yang bisa kita gunakan untuk menjadi 'tools tolerir' keberadaan orang tersebut disisi kita. Semua itu lagi lagi menjadikan bukti bahwa celupan warna ilahi bagi kita yang mau menyadari. Jadi ngak perlu sering sering deh ngomongin urusan orang lain yang ngak perlu diomongin ya sayang :'( ingetin penulis ini juga kalau terkadang khilaf. Astagfirullah...
Lalu? Bagaimana kita harus bersikap untuk bisa diterima baik oleh para penduduk bumi ini?
Entahlah.. saya juga tidak tau pastinya. Mungkin: memperlakukan orang lain sebagimana kita ingin diperlakukan?
Ah, lebih pastinya saya ingat!! Seorang teman pernah berpesan terhadap saya ..
"Agar kita dicintai orang di bumi, maka berusahalah kita agar Allah mencintai kita lebih dulu"
Karena dengan Allah mencintai akhlak kita, maka tentu manusia manusia di bumi juga akan mencintai keberadaan kita disekitar mereka.
Terimakasih
Yang sudah lama tidak menulis...
didaKHF
0 komentar