Annisa, aku masih belum siap mengenakan hijab ini..
(Pada suatu siang di bangku Kelas 3A SMA N 1 Wonosari; Dida 2012)
Hijab.
Saat saya masih kecil, tidak terpikirkan oleh saya mengenakan penutup hijab. Ya, seingat saya, saya justru bercita cita suatu hari nanti menjadi seorang sekretaris berblazer dan berspatu hak lancip dengan rambut kuning blonde dicepol asal (*ayo, kembangkan imajinasi kaliyan).
Hijab yang saya kenal dulu tak lain hanya sebuah accessoris plus plus pelengkap penggembira ootd go to TPA masjid, juga 'seragam wajib' pelengkap bet sekolah menengah pertama dan menengah ke atas saya. Ya, saya tinggal di karsidenan yang (Alhamdulillah) mewajibkan murid putrinya, baik swasta maupun negeri, untuk mengenakan hijab. Tadarus setiap jumat bagi yang muslim dan kegiatan keagamaan bagi mereka dengan kepercayaan masing masing (kenapa uwe jadi kebawa angin nostalgia pas nulis ini yak?).
Sebatas itulah arti hijab bagi saya, dan saya tidak mengerti mengapa sebagian teman teman saya suka sekali mengenakan hijab yang super duper tebal di siang bolong, baik dengan seragam sekolah maupun seragam harian. Berbeda jauh dengan saya, saat saya sekolah saya akan memilih kerudung paling tipis untuk menghindari hawa panas siang hari. Ketika saya melepaskan seragam bewarna biru putih, maka tanggalah sudah kain hijab itu sendiri. Kemudian setelahnya saya akan keluar dengan dresscode summer vibes yang tak kenal musim. Everydeh summer vibes (astagfirullah, maafkan ya).
Melihat, Mengamati dan Mendengarkan Sekeliling
Sebuah kewajiban mengenakan hijab bagi perempuan muslim. Ya, siapa yang tidak tau hal tersebut? Hanya terkadang hal itu sebatas informasi tak terindahkan dan berakhir numpang permisi di telinga kanan saja. Sama seperti saya dulu. Jika ditanya tau hukumnya, tapi selalu saja menunda untuk benar benar mengenakannya. Berbagai alasan berkedok: hati saja dulu yang dihijabi, lahirnya nanti saja. Atau: yang penting kan hatinya dulu, orang berhijab nga mesti baik, berati sebaliknya juga dong? (saya sungguh sungguh minta maaf menuliskan hal ini. Hanya menungkapkan pikiran jahiliah saya dulu).
Saat menginjak bangku SMA, sebagian besar teman saya 'sudah berhijab', bahkan temen teman dekat saya, mereka juga sudah mulai mengenakan hijab. Beberapa diantaranya kadang mengenakan hijab dan melepasnya di moment moment tertentu, saya sebenernya sangat tidak suka hal seperti itu (dulu). Seperti mencla mencle, you know mencla mencle? Lalu baru baru ini saya mulai menyadari, mungkin Ketidaksukaan cara pandang saya terhadap hal tersebut sedikit banyak membuat saya pribadi takut memulai belajar mengenakan hijab. Bagaimana jika saya termakan omongan sendiri? Bagaimana jika ditengah tengah saya bosan mengenakan hijab dan menanggalkannya dikala saya ingin membuat look rambut kriting gantung? Bagaimana kalau ini bagaimana kalau itu?
Terlalu banyak beban berawal dari kata bagaimana, membuat saya menunda nunda untuk berfikir soal hijab. "Bagaimana saya bisa melindungi hijab saya sndiri? Saya belum bisa.. "itulah perkataan saya kepada seorang sahabat.
Annisa, seorang sahabat menjawab:
"Justru hijablah yang melindungi kamu. Bukan kamu yang harus melindungi hijabmu". Entah sedang memiliki perasaan berbentuk apa, hati saya seakan lunglai dengan kata kata tersebut. Kata kata yang mungkin biasa saja, namun saat itu seperti bisa meruntuhkan keangkuhan sekaligus kekhawatiran saya sendiri perihal pertanggungjawaban habit saya terhadap hijab. Mungkin melihat ekspresi tak terdefinisi di muka saya, Annisa menambahkan: "Orang sering kali keliru perihal hukum berhijab. Seperti halnya hukum berpuasa dan hukum sholat. Kedua hukum tersebut adalah hukum yang berdiri sendiri dalam satu kesatuan rukun Islam. Seperti halnya hijab dida. Hukum memakai hijab dan akhlak itu adalah suatu kewajiban yang berbeda. Kamu harus mengenakan hijab karena itu salah satu kewajiban kita, bukan 'step naik tingkat' sebagai muslim. Paham? ".
Mngantar Untuk Memantapkan Hati
" Kitalah makhluk dengan kecenderungan deterministik, kecenderungan mengesakan hak veto Tuhan (Anonim)"
Sekitar tahun 2007, cerita hijab saya sebenarnya mulai diinisiasi. Ibu saya mulai mengenakan Hijab. Tidak hanya ke kondangan, tapi beliau mengenakan hijab saat ke kantor, saat ke warung dan bahkan saat ada tamu di rumah. Suatu hal yang paling saya ingat adalah ketika beliau pernah berbicara dengan lembutnya, bahwa beliau menyesal tidak berhijab sejak awal dan memberikan tauladan yang tidak sesuai syariat terhadap saya. Terlepas dari kalimat bahwa berhijab adalah tanggung jawab pribadi masing masing, beliau sedikit banyak merasa gagal. Mulai saat itu beliau mulai mengingatkan saya dan kakak saya untuk sedikit banyak belajar memulai, namun tak pernah memaksa saya sekalipun.
Memasuki sekutaran tahun 2011, kakak saya pindah kantor dan juga mulai berhijab. Saya lupa hari apa itu, tetapi saya ingat sekali hijab pertamanya bewarna kuning dengan paduan blazer abu abu tua. Kakak saya terlihat cantik saat itu.
Kedua tauladan saya saat itu berhijab, membuat saya sedikit banyak terdorong. 2012. Tahun itulah saya mulai tergiring. Saat itu saya diterima di Universitas Ahmad Dahlan jurusan farmasi. Tanpa berfikir pnjang dengan kemantapan hati saya langsung mengambil jurusan tersebut dan saat pengumunap juga, saya mengenakan hijab saya. Hijab bewarna pink corak berpadu jaket jeans crop top adalah outfit pertama hijab saya (sekarang saya sangat ingat bayangan saya sendiri saat itu). Saya mengatakan pada diri saya sendiri,"Inilah saya. Saya akan mulai belajar mengenal dan berteman dengan Hijab".
Beberapa minggu berlalu, dan ternyata saya juga diterima di jurusan kebidanan Poltekes Yogyakarta dan Tekonologi industri Pertanian UGM. Saya lalu galau tentu saja. Singkat cerita saya memutuskan untuk mengambil jurusan TIP, lalu bagaimana dengan kisah hijab saya?
Alhamdulillah saya tetap mengenalannya sampai sekarang. Saya tidak tau apakah saya saat ini sudah mengenakan hijab apa belum jika saya tidak terlebih dahulu mendapatkan almamater orange dari UAD. Saya tidak tau apakah saya mengenakan hijab atau belum jika orang orang terdekat saya juga mulai berhijab. Saya tidak tau mengapa ini terjadi begitu saja, dan cara pandang saya terhadap hijab juga berbeda. Walaupun saya menyadari, sangat sangat menyadari bahwa saat ini saya belum 'benar sesuai syariat' dalam cara mengenakan hijab, namun sejujurnya saya ingin mengatakan bahwa saat ini hijab seperti menjadi bagian dari diri saya. Dimana saya pergi, disitu ada hijab saya. Tentu, saya punya pengharapan lebih lanjut soal hijab saya ini. Semoga saya bisa istiqomah mengenakannya dan semakin berani untuk 'benar benar' berhijab suatu hari nanti, amin. Tolong diamini ya..
Perjalanan hijab saya masih sangat secuil kastengel di toples lebaran. Semakin kesini saya menjadi berfikir bahwa perjalanan berhijab juga tidak berbeda jauh dengan usaha kita untuk sholat. Bukannya sok menggurui, namun jika diingat ingat lagi, keduanya adalah sebuah kewajiban, keharusan. Seorang muslimah harus menunaikannya terlepas benar atau tidak, sesuai atau tidak, terlepas khusuk atau tidak, namun usaha menunaikan kewajiban adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi.
Saya Tau Persis Perasaan Itu..
Aku pingin berhijab did, tapi masih belum siap..
(Segenggam daun sirih; No name, 23/05/2018)
Saya seperti menekan tombol play back kejadian 2012 lalu.Annisa, aku masih belum siap mengenakan hijab ini..
(Pada suatu siang di bangku Kelas 3A SMA N 1 Wonosari; Dida 2012)
Pada hari ini, (23/05/2018) saya berbincang dengan salah satu rekan saya. Seakan saya terbawa arus kembali ke beberapa tahun lalu. Yang berbeda adalah saat ini saya menjelma menjadi seorang Annisa, shabat saya yang lama tak pernah saya sapa namun sungguh saya tidak pernah sedikitpun melupakan jasanya. Terlepas apapun respon lawan bicara saya atau bahkan pembaca saya, entah sekarang dititik mana saya pantas atau tidak untuk mengucapkannya,
Saya ingin terus menyuarakan kalimat yang sama seperti Annisa: "Justru hijablah yang melindungi kamu. Bukan kamu yang harus melindungi hijabmu".
Saya ingin terus menyuarakan kalimat yang sama seperti Annisa: "Justru hijablah yang melindungi kamu. Bukan kamu yang harus melindungi hijabmu".
Terimakasih.
Yang sedang berada dalam perjalanan,
Khoirunnida Husni Fajarria
- 12.50.00
- 0 Comments